my twitter

Kamis, 21 April 2011

cerpenku (aku butuh mama)


“Mama reseh! Kan udah aku bilang, Mama enggak usah jemput aku di sekolah! Kenapa sih, masih dateng juga? Aku udah kelas enam, ma. Udah gede! Bukan anak kecil lagi! Enggak usah dijemput-jemput!” kataku kepada mamaku dengan nada tinggi.
            Mamaku hanya terdiam dengan lemas, tersirat kesedihan dari wajah setengah bayanya.
            “Huuh!” aku mendengus sambil masuk ke dalam kamarnya. Tak lupa, dibantingnya pintu kamarnya kuat-kuat. aku bete. Emosiku memuncak sudah. Sudah berkali-kali aku bilang, aku ga mau dijemput lagi. aku malu pada teman-temanku yang suka mengejekku “anak mami”, “manja”, dan ejekan seperti itu. Tetapi, mamaku seolah tak mendengarku. Tetap saja datang menjemput. Huuh. Bete!!!

Keesokan harinya..
“Nanti enggak usah jemput lagi ya,” kataku memperingatkan mamaku, sebelum aku berangkat ke sekolah.
            Mamaku hanya membisu. aku berangkat, tanpa pamit atau berkata apa-apa lagi pada mamaku. aku harap, kali ini mamaku tidak muncul di gerbang sekolah.

“Baiklah, anak-anak. Pelajaran hari ini cukup sampai di sini ya,” kata Pak Udin mengakhiri pelajaran hari itu.
            “Iya, Paaakk. Terima kasiihhh..” anak-anak membalas riang, senang karena jam sekolah telah berakhir.
            aku dan teman-temanku mulai mengobrol dan bercanda dengan seru sambil menuruni tangga sekolahku. Di ujung tangga, aku tertegun. “Aduuh, hujan deras. Aku lupa enggak bawa payung”, batinku dalam hati.
            “Kamu kenapa, cit?” tanya Ayu, salah satu temannya.
            “Mm, aku lupa bawa payung..” kata citra, pelan.
            “Lho? Kan biasanya mamamu jemput,” kata Ayu.
            Aku hanya terdiam. Teringat peristiwa kemarin sore sepulang sekolah dan tadi siang sebelum sekolah. Penyesalan mulai merayapi hatinya. “Seharusnya aku tidak membentak Mama seperti itu”, batin aku dalam hati.
            “Eh cit, aku udah dijemput mamaku. Aku pulang dulu ya,” kata Ayu, membuyarkan lamunanku.
            aku mengangguk sambil memandangi kepergian Ayu dengan mamanya. Ayu tampak senang dijemput mamanya. Hampir tiap hari, Mamanya menjemputnya di sekolah. Ayu juga kerap kali diejek “anak mami”. Tetapi, sepertinya Ayu tak ambil pusing. Ia tak pernah marah atau ngambek pada mamanya, tidak sepertiku..
            Tanpa sadar, setetes air jatuh dari mataku. Mungkin aku kelewatan. Aku telah menyinggung perasaan mamaku, mama yang sebenarnya sangat baik sama aku. Aku seharusnya tidak mendengarkan ejekan teman-temanku, itu tidak penting. Mamaku yang jauh lebih penting. Mamaku yang bersamaku dari dulu hingga nanti, mamaku yang memperjuangkan keberadaanku. Tanpa perjuangannya, aku tidak mungkin ada. Mamaku yang selalu mengasihi aku tanpa lelah. Sedangkan, teman-teman? Mereka hanya singgah sebentar di kehidupanku, mungkin mereka akan dengan cepat melupakanku. Apalagi, teman-teman yang suka mengejek. Mereka bukanlah teman sejatiku. Teman sejati selalu mendukung, bukannya mengejek. Mungkin mereka malah iri karena mamanya tidak peduli pada mereka, mamanya terlalu sibuk untuk menjemput mereka.
            Kesadaran-kesadaran itu membuat tangisanku makin tertumpah, seiring hujan yang turun makin deras.
            “aduuh.. citra,, untung kamu belum pulang. Ibu hampir lupa memberikan ini buat kamu,” sebuah suara di belakangku yang membuat aku langsung menghapus air mataku. Aku menengok. Ternyata itu adalah miss sarah, guru Bahasa Inggrisku, menberikan sebuah paying berwarna pink kepunyaanku.
            Aku mengambilnya dengan muka heran, “Kok payung saya bisa ada di miss?”
            Miss sarah mentertawakan keheranan Tia, “Mama kamu tadi siang ke sini, enggak lama setelah bel sekolah. Dia panik, payungmu ketinggalan, padahal langit mendung. Tapi, dia bilang ada urusan jadi enggak bisa nunggu kamu sampai selesai sekolah. Makanya, dia titip sama Ibu. Tadi Ibu keasyikkan ngobrol, untung kamu belum pulang. Kalau pulang hujan-hujanan, kan Ibu yang jadi enggak enak sama mama kamu.”
            Mataku kembali berkaca-kaca. Payung yang dipegangnya terasa hangat, kehangatan kasih mamaku seakan memancar dari payung itu.
            “Terima kasih ya, Bu..”
            “Sama-sama.”
            aku cepat-cepat pergi. Karna aku tak mau miss sarah melihat air mata yang kembali mengaliri pipiku. Selain itu, aku juga ingin cepat-cepat pulang dan meminta maaf pada mamaku yang sangat aku sayangi, dan kucintai.

Sesampainya di rumah..
“Mama.. mama…” aku mencari-cari mamaku di segenap rumah. Tapi, mamaku ga ada dimana mana. aku mulai panik. Tanpa sengaja, aku melihat sebuah kertas di atas meja tamu. Lalu aku segera membukanya dan membacanya.
citra, maafin mama ya, mama cuma terlalu sayang sama kamu. mama enggak mau ada hal buruk yang terjadi sama kamu, saying, mama cuma takut kamu kenapa-kenapa, mama selalu ingin memastikan kamu baik-baik saja, mama terlalu takut kehilangan kamu, maafin cara mama yang salah dalam menyayangimu ya, nak. mungkin ada baiknya kalau sekarang kamu belajar mandiri, jauh dari mama, biar enggak dibilang anak mami lagi.
aku menangis tersedu-sedu seusai membaca pesan tersebut. Apa ini artinya mama akan meninggalkan Tia?
“Ke mana Mama? aku butuh Mama. aku ingin minta maaf sama Mama. aku enggak mau jauh dari Mama!” teriakku kuat-kuat.
“citra! kamu kenapa teriak-teriak, nak?” mamanya muncul di pintu depan dengan raut wajah cemas.
aku tak menjawab. Ia langsung berlari dan memeluk mamaku erat-erat.
“aku sayang Mama. Mama jangan pergi. aku mau ngelihat Mama tiap hari di depan gerbang sekolah.”
Mamanya tersenyum, “Mama juga sayang banget sama kamu, citra. Mama enggak akan kemana-mana, Mama janji.”
“Terus surat di atas meja itu maksudnya apa?”
Mamanya tertawa kecil, “Itu Mama bikin kemarin, waktu lagi sedih-sedihnya. Tapi, setelah Mama pikir-pikir lagi, Mama enggak bisa jauh dari kamu, Nak. Mama ingin lihat senyum malaikat kecil Mama ini setiap hari.”
Aku tersenyum. Mamanya juga tersenyum. Mereka berpelukkan lagi. Pelukan penuh kasih. Aku sayang Mama





1 komentar: